Undang-Undang
RI Nomor 33 Tahun 2004 Dalam Mendukung Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Oleh :
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNUVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Kesatuan
Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan
nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah
kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat.
Pasal 18A
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan
demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional
pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.
Pembentukan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan
atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money
follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi
pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masingmasing tingkat
pemerintahan.
Perimbangan
keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan
antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis,
adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan
Daerah.
Pemerintah
pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi
stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada
umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi
alokasi oleh Pemerintahan Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan
situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting
sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan
pemerintahan kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti
dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil,
termasuk perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Sebagai daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.
Pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta
untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu
bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan
kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari
APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan
kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah
Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pendanaan untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai
adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan
publik dan tumbuhnya daya saing daerah. Ketiganya bermuara pada terwujudnya
kualitas hidup manusia. Dengan demikian, seluruh regulasi dan kebijakan yang
ditempuh oleh para penyelenggara pemerintahan daerah (Kepala Daerah, DPRD dan
perangkat daerah) harus mampu mewujudkan sasaran tersebut.
Dalam
perjalanannya, upaya untuk mewujudkan sasaran otonomi daerah tidak selalu
berjalan dengan mulus. Penyelenggaraan pemerintahan daerah mengalami pasang
surut dinamika, seiring dengan perubahan sosial-budaya dan sosial-politik
Bangsa Indonesia. Sosok pemerintahan daerah berkali-kali berubah dengan adanya
pergantian peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan
daerah. Perubahan tersebut erat kaitannya dengan perubahan pola hubungan antara
Pemerintah (Pusat), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa,
yang keempatnya berperan sebagai penyelenggara pemerintahan dalam susunan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan
atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah (Penyelenggaraan Otonomi
Daerah) yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan
tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna
bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan
tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.
Perimbangan
keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien
dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan
potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
1)
Pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi adalah pendanaan penyelenggaraan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2)
Pendanaan
dekonsentrasi adalah pendanaan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil Pemerintah.
3)
Pendanaan
tugas pembantuan adalah pendanaan penugasan dari Pemerintah kepada Daerah
dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan bagian pengaturan
yang tidak terpisahkan dari sistem Keuangan Negara, dan dimaksudkan untuk
mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan yang diserahkan,
dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada Daerah. Perimbangan keuangan
dilaksanakan sejalan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, pengaturan perimbangan keuangan tidak
hanya mencakup aspek Pendapatan Daerah tetapi juga mengatur aspek pengelolaan
dan pertanggungjawabannya. Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang
RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah disesuaikan dengan besarnya beban kewenangan yang
dilimpahkan dan/atau Tugas Pembantuan yang diberikan.
Pemisahan
penatausahaan keuangan antara dana Dekonsentrasi, dana Tugas Pembantuan, dan
dana Desentralisasi dimaksudkan agar terwujud penatausahaan yang tertib dan
taat asas dalam pengelolaan keuangan.
1) Dana
Desentralisasi
Dana Perimbangan yang terdiri atas 3
(tiga) jenis sumber dana yaitu : 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana Alokasi Umum, dan
3) Dana Alokasi Khusus merupakan pendanaan pelaksanaan Desentralisasi yang
alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing
jenis Dana Perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi
a)
Dana
Bagi Hasil merupakan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
b)
Dana
Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai/mendanai
kebutuhan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan sepenuhnya oleh daerah, dimana dana
alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi
daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan
masyarakat didaerah sehingga perbedaan antara daerah. Penggunaan Dana Alookasi
Umum ditetapkan oleh daerah, penggunaan dan penerimaan umum lainnya dalam APBD
harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan pemberian otoonomi kepada daerah.
Dana Alokasi Umum terdiri dari :
o
Dana
Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi, jumlah dana alokasi umum bagi semua daerah
propinsi dan jumlah dana alokasi umum bagi semua daerah kabupaten/kota
masing-masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
o
Dana
Alokasi Umum untuk daerah kabupaten/kota, dana alokasi umum ini merupakan
jumlah seluruh dana untuk daerah kabupaten/kota. Perubahan dana alokasi umum
akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat
kepada daerah dalam rangka desentralisasi.
c)
Dana
Alokasi Khusus merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai/mendanai
kegiatan/kebutuhan tertentu/khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah
tertentu berdasarkan usulan kegiatan dan sumber pembiayaannya yang diajukan
kepada menteri teknis oleh daerah dapat berbentuk rencana suatu proyek atau
berbentuk dokumen program rencana pengeluarran tahunan dan multi tahunan untuk
sektoor serta sumber pembiayaannya.
2) Dana
Dekonsentrasi
Pendanaan dekonsentrasi adalah
pendanaan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah. Adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga
kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah yang dalam pelaksanaannya didanai
oleh Pemerintah. Pendanaan oleh Pemerintah disesuaikan dengan wewenang yang
dilimpahkan. Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD (Satuan
Kerja Perangkat Daerah) yang ditetapkan oleh gubernur. Gubernur memberitahukan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan
kegiatan Dekonsentrasi di Daerah kepada DPRD. Rencana kerja dan anggaran diberitahukan
kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD. Pendanaan
dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik. Dana Dekonsentrasi
merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan
berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.
3) Dana
Tugas Pembantuan
Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah
adanya penugasan Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada Kepala
Daerah. Pelaksanaan Tugas Pembantuan didanai oleh Pemerintah. Pendanaan oleh
Pemerintah disesuaikan dengan penugasan yang diberikan. Kegiatan Tugas
Pembantuan di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur,
bupati, atau walikota. Kepala Daerah memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Tugas Pembantuan kepada DPRD. Rencana
kerja dan anggaran diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD. Pendanaan
dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik. Dana Tugas Pembantuan
merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan
berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga. Penyaluran
Dana Tugas Pembantuan disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara. Pada setiap
awal tahun anggaran Kepala Daerah menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah
sebagai pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan. Dalam hal terdapat sisa anggaran
lebih atas pelaksanaan Tugas Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan
kembali APBN. Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Tugas Pembantuan, saldo
tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara. Dalam hal pelaksanaan Tugas
Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan
penerimaan APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai ketentuan
yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
Dana
Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri
atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai
kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan
pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan
pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini
merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan
yang utuh.
DBH adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan
angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang ini merupakan penyelarasan
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
Dalam Undang Undang ini dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta
sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula
termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH.
DAU bertujuan
untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi
ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya
celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara
kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity).
Dalam Undang-Undang ini ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan
penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi Daerah yang potensi fiskalnya besar
tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya,
Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh
alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi
DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
DAK
dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah
tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan Daerah.
Pengaturan
Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan
Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana Tugas
Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah
yang ditugaskan kepada Daerah.
Dalam
Undang-Undang ini ditegaskan bahwa pengadministrasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan dilakukan melalui mekanisme APBN, sedangkan pengadministrasian Dana Desentralisasi
mengikuti mekanisme APBD. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan
dan Pemerintahan Daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan,
dan akuntabel.
Dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan Desentralisasi berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas,
diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sistem tersebut antara
lain dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional.
Muatan Undang- Undang Nomor 33 Tahun
2004 adalah sebagai berikut:
a.
Penegasan
prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan;
b.
Penambahan
jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21;
c.
Pengelompokan
Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi
Dana Bagi Hasil;
d.
Penyempurnaan
prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum;
e.
Penyempurnaan
prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus;
f.
Penambahan
pengaturan Hibah dan Dana Darurat;
g.
Penyempurnaan
persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;
h.
Pengaturan
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan;
i.
Penegasan
pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah; dan
j.
Prinsip
akuntabilitas dan responsibilitas dalam Undang-Undang ini dipertegas dengan pemberian
sanksi.
One Response to "MAKALAH UNDANG UNDANG RI TAHUN 2004 ( OTONOMI DAERAH )"
Komennya dapat melalui account facebook .... lo g punya akun gmail.. oke..