Widget edited by super-bee

MAKALAH UNDANG UNDANG RI TAHUN 2004 ( OTONOMI DAERAH )

Posted by Unknown Senin, 21 Mei 2012, under | 0 komentar

Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 Dalam Mendukung Penyelenggaraan Otonomi Daerah
















Oleh :


                                   


















FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNUVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2012





BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masingmasing tingkat pemerintahan.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah.

Pemerintah pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan tepat dilaksanakan oleh Pemerintah, sedangkan fungsi alokasi oleh Pemerintahan Daerah yang lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat setempat. Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada Daerah secara nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Sebagai daerah otonom, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan.






BAB II
PEMBAHASAN


Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945  Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pendanaan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan publik dan tumbuhnya daya saing daerah. Ketiganya bermuara pada terwujudnya kualitas hidup manusia. Dengan demikian, seluruh regulasi dan kebijakan yang ditempuh oleh para penyelenggara pemerintahan daerah (Kepala Daerah, DPRD dan perangkat daerah) harus mampu mewujudkan sasaran tersebut.
Dalam perjalanannya, upaya untuk mewujudkan sasaran otonomi daerah tidak selalu berjalan dengan mulus. Penyelenggaraan pemerintahan daerah mengalami pasang surut dinamika, seiring dengan perubahan sosial-budaya dan sosial-politik Bangsa Indonesia. Sosok pemerintahan daerah berkali-kali berubah dengan adanya pergantian peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Perubahan tersebut erat kaitannya dengan perubahan pola hubungan antara Pemerintah (Pusat), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa, yang keempatnya berperan sebagai penyelenggara pemerintahan dalam susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada Pemerintahan Daerah (Penyelenggaraan Otonomi Daerah) yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.

Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

1)      Pendanaan penyelenggaraan desentralisasi adalah pendanaan penyelenggaraan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2)      Pendanaan dekonsentrasi adalah pendanaan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah.

3)      Pendanaan tugas pembantuan adalah pendanaan penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem Keuangan Negara, dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada Daerah. Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, pengaturan perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek Pendapatan Daerah tetapi juga mengatur aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah disesuaikan dengan besarnya beban kewenangan yang dilimpahkan dan/atau Tugas Pembantuan yang diberikan.

Pemisahan penatausahaan keuangan antara dana Dekonsentrasi, dana Tugas Pembantuan, dan dana Desentralisasi dimaksudkan agar terwujud penatausahaan yang tertib dan taat asas dalam pengelolaan keuangan.

1)      Dana Desentralisasi

Dana Perimbangan yang terdiri atas 3 (tiga) jenis sumber dana yaitu : 1) Dana Bagi Hasil, 2) Dana Alokasi Umum, dan 3) Dana Alokasi Khusus merupakan pendanaan pelaksanaan Desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis Dana Perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi

a)       Dana Bagi Hasil merupakan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
b)       Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai/mendanai kebutuhan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan sepenuhnya oleh daerah, dimana dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat didaerah sehingga perbedaan antara daerah. Penggunaan Dana Alookasi Umum ditetapkan oleh daerah, penggunaan dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap dalam kerangka pencapaian tujuan pemberian otoonomi kepada daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari :
o   Dana Alokasi Umum untuk Daerah Propinsi, jumlah dana alokasi umum bagi semua daerah propinsi dan jumlah dana alokasi umum bagi semua daerah kabupaten/kota masing-masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN.
o   Dana Alokasi Umum untuk daerah kabupaten/kota, dana alokasi umum ini merupakan jumlah seluruh dana untuk daerah kabupaten/kota. Perubahan dana alokasi umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi.
c)       Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai/mendanai kegiatan/kebutuhan tertentu/khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan kegiatan dan sumber pembiayaannya yang diajukan kepada menteri teknis oleh daerah dapat berbentuk rencana suatu proyek atau berbentuk dokumen program rencana pengeluarran tahunan dan multi tahunan untuk sektoor serta sumber pembiayaannya.

2)      Dana Dekonsentrasi
Pendanaan dekonsentrasi adalah pendanaan pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah yang dalam pelaksanaannya didanai oleh Pemerintah. Pendanaan oleh Pemerintah disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan. Kegiatan Dekonsentrasi di Daerah dilaksanakan oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ditetapkan oleh gubernur. Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di Daerah kepada DPRD. Rencana kerja dan anggaran diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.  Pendanaan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga.



3)      Dana Tugas Pembantuan

Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada Kepala Daerah. Pelaksanaan Tugas Pembantuan didanai oleh Pemerintah. Pendanaan oleh Pemerintah disesuaikan dengan penugasan yang diberikan. Kegiatan Tugas Pembantuan di Daerah dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau walikota. Kepala Daerah memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan Tugas Pembantuan kepada DPRD. Rencana kerja dan anggaran diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD. Pendanaan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga. Penyaluran Dana Tugas Pembantuan disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara. Pada setiap awal tahun anggaran Kepala Daerah menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan. Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan Tugas Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN. Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Tugas Pembantuan, saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara. Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara sesuai ketentuan yang berlaku.








BAB III
PENUTUP

Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang ini merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang Undang ini dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH.

DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan Daerah (fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity). Dalam Undang-Undang ini ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi Daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, Daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.

Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang ditugaskan kepada Daerah.

Dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa pengadministrasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan melalui mekanisme APBN, sedangkan pengadministrasian Dana Desentralisasi mengikuti mekanisme APBD. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan dan Pemerintahan Daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Desentralisasi berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, diperlukan adanya dukungan Sistem Informasi Keuangan Daerah. Sistem tersebut antara lain dimaksudkan untuk perumusan kebijakan dan pengendalian fiskal nasional.

Muatan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
a.       Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan;
b.      Penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21;
c.       Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil;
d.      Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum;
e.       Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus;
f.        Penambahan pengaturan Hibah dan Dana Darurat;
g.      Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme Pinjaman Daerah, termasuk Obligasi Daerah;
h.      Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan;
i.        Penegasan pengaturan Sistem Informasi Keuangan Daerah; dan
j.        Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam Undang-Undang ini dipertegas dengan pemberian sanksi.




One Response to "MAKALAH UNDANG UNDANG RI TAHUN 2004 ( OTONOMI DAERAH )"

Komennya dapat melalui account facebook .... lo g punya akun gmail.. oke..